Laporan Praktikum Genetika
Acara 4
Hukum Mendel II

Disusun
Oleh :
Nama :
Riski Meliya Ningsih
NPM :
E1J014147
Hari/Tanggal :
Senin, 9 Maret 2015
Shift :
Senin (10:00-12:00)
Kelompok :
3
Dosen Pembimbing :
Dwi Wahyuni Ganevianti
Co-As :
Paulina Situmorang
LABORATORIUM
AGRONOMI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar
Teori
Hukum pewarisan Mendel adalah
hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang
dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan
Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian. Hukum kedua
Mendel menyatakan bahwa bila dua individu
mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara
bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel
dengan gen
sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang
menentukan tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling
memengaruhi.
Gregor
Johann Mendel disepakati sebagai Bapak Pendiri
Genetika. Tinggal di Brno (Jerman: Brunn), Austria, ia adalah seorang rahib Katolik yang juga mengajar di sekolah. Rasa ingin tahunya
yang tinggi menuntun dia melakukan pekerjaan persilangan dan pemurnian tanaman ercis. Melalui percobaannya ini ia menyimpulkan sejumlah
aturan ('hukum') mengenai pewarisan sifat yang dikenal dengan nama Hukum Pewarisan Mendel.
Mendel
menemukan prinsip dasar hereditas dengan membudidayakan kacang ercis dalam
suatu percobaan yang terencana dan teliti. Prinsip dasar hereditas yang
ditemukan oleh Mendel dirumuskannya dalam 2 hukum, yaitu Hukum Mendel I dan
Hukum Mendel II.
Hukum Pewarisan Mendel adalah
hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya
'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'.
Hukum ini terdiri dari dua bagian:
1. Hukum
pemisahan (segregation) dari
Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel
2. Hukum
berpasangan secara bebas (independent
assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Hukum II Mendel (Hukum pengelompokkan gen secara
bebas atau asortasi).Pada pembentukkan sel kelamin (gamet), alel mengadakan
kombinasi secara bebas sehingga sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka
ragam. Hukum ini berlaku untuk persilangan dengan dua sifat beda (dihibrid)
atau lebih (polihibrid).
Hukum Mendel 2 ini dapat
dijelaskan melalui oersilangan dihibrida, yaitu persilangan dengan dua sifat
beda, dengan dua alel berbeda. Misalnya, bentuk biji (bulat+keriput) dan warna
biji (kuning+hijau). Pada persilangan antara tanaman biji bulat warna kuning
dengan biji keriput warna hijau diperoleh keturunan biji bulat warna kuning.
Karena setiap gen dapat berpasangan secara bebas maka hasil persilangan antara
F1 diperoleh tanaman bulat kuning, keriput kuning, bulat hijau dan keriput
hijau.
Hukum Memdel 2 ini hanya berlaku
untuk gen yang letaknya berjauhan. Jika kedua gen itu letaknya berdekatan hukum
ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2 ini juga tidak berlaku untuk persilangan
monohibrid. (Anonim, 2009)
Perhatikan analisis papan catur
di bawah ini tentang persilangan buncis dengan dua sifat beda (dihibrida).
Buncis biji bulat warna kuning disilangkan dengan biji keriput warna hijau.
Keturunan pertama semuanya berbiji bulat warna kuning.
Artinya, sifat bulat dominan
terhadap sifat keriput dan kuning dominan terhadap warna hijau. Persilangan
antar F1 mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 315 tanaman bulat
kuning, 101 tanaman keriput kuning, 108 tanaman bulat hijau dan 32 keriput
hijau. Jika diperhatikan, perbandingan antara tanaman bulat kuning : keriput
kuning : bulat hijau : keriput hijau adalah mendekati 9:3:3:1.
P : BBKK
(bulat, kuning) X bbkk (keriput, hijau)
F1 : BbKk (bulat, kuning)
F1XF1 : BbKk
(bulat, kuning) X BbKk (bulat, kuning)
Gamet : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk
Gamet-gamet ini dapat berpasangan secara bebas (Hukum
Mendel 2) sehingga F2 dapat digambarkan sebagai berikut:
Gamet
|
BK
|
Bk
|
bK
|
Bk
|
BK
|
BBKK
1 |
BBKk
2 |
BbKK
3 |
BbKk
4 |
Bk
|
BBKk
5 |
BBkk
6 |
BbKk
7 |
Bbkk
8 |
bK
|
BbKK
9 |
BbKk
10 |
bbKK
11
|
bbKk
12 |
bk
|
BbKk
13 |
Bbkk
14 |
bbKk
15 |
bbkk
16 |
Keterangan:
bulat kuning :1,2,3,4,5,7,9,10,13
keriput kuning :11,12,15
bulat hijau :6,8,14
keriput hijau :16
Tanaman bulat kuning jumlah : 9.
Tanaman bulat hijau jumlah : 3.
Tanaman keriput kuning jumlah : 3.
Tanaman keriput hijau pada jumlah : 1.
Tanaman bulat hijau jumlah : 3.
Tanaman keriput kuning jumlah : 3.
Tanaman keriput hijau pada jumlah : 1.
Jadi, perbandingan homozigot
terdapat pada kotak nomor 1,6,11 dan 16 sedangkan lainnya heterozigot. Bastar
konstan atau individu
baru terdapat pada kotak nomor 6 dan 11. Bastar konstan adalah keturunan
homozigot yang memiliki sifat baru (berbeda dengan kedua induknya), sehingga
dalam persilangan antar sesamanya tidak memisah, konstan. (Wiwit, 2011).
1.2 Tujuan
Menentukan dan membuktikan perbandingan fenotipe
menurut Hukum Mendel pada persilangan dengan dua sifat beda (dihibrida).
BAB II
METODOLOGI
2.1
Alat dan Bahan
§ Kancing
Genetik 4 warna
§ Dua
buah stoples
2.2
Cara Kerja
1.
Mengambil
sepasang model gen merah, putih, kuning, dan hijau. Dalam hal ini warna gen
merah (B) pembaawa sifat untuk biji bulat dan dominan terhadap putih (b)
pembawa sifat untuk biji keiput. Sedangkan warna gen kuning (K) adalah pembawa
sifat untuk warna biji kuning dan dominan terhadap warna biji hijau (k) pembawa
sifat untuk warna biji hijau.
2.
Membuka pasangan
gen tersebut. Hal ini diumpamakan sebagai pemisah gen pada saat pembentukan
gamet dari kedua induk. Pada proses ini diasumsikan bahwa fertilisasi terjadi
secara acak
3.
Menentukan
kombinasi genotipe yang terbentuk pada F1
4.
Membuat pasangan
model gen untuk meneruskan macam gen yang terbentuk pada F1. Harus diingat
bahwa 1 pasang gen dianggap 1 macam gamet
5.
Membuat model
gamet yang sama seperti nomor 4, masing-masing berjumlah 16
6.
Memasukan 8
pasang dari masing-masing pasangan model gen (gamet) kedalam toples I dan 8
pasang lagi ke toples II. Mengocok atau mengaduk sehingga bercampur dengan baik
7.
Mengambil secara
serentak dan acak, mengambil model gamet dari masing-masing toples tersebut
lalu memasangkannya guna menentukan kombinasi genotipnya
8.
Mencatat hasil
kombinasi yang didapatkan. Bila toples I terambil model gen (gamet) pasangan
putih-kuning (bK) dari toples II terambil merah-hijau (Bk), maka kombinasi
genotipnya adalah BbKk. Demikian seterusnya
9.
Mengembalikan
kembali pasangan yang terambil ke toples masing-masing dan melakukan
pengambilan sebanyak 32 kali dan 64 kali
BAB III
HASIL
A.
Tabel I. Nisbah
pengamatan fenotipe
Fenotipe
|
Genotipe
|
Frekuensi genotipe
|
Rasio Fenotipe
|
||
32 X
|
64 X
|
32 X
|
64 X
|
||
Bulat-Kuning
|
BBKK
|
5
|
8
|
20
|
34
|
BBKk
|
2
|
6
|
|||
BbKK
|
1
|
5
|
|||
BbKk
|
12
|
15
|
|||
Bulat-Hijau
|
BBkk
|
2
|
4
|
5
|
15
|
Bbkk
|
3
|
11
|
|||
Keriput-Kuning
|
bbKK
|
1
|
7
|
4
|
13
|
bbKk
|
3
|
6
|
|||
Keriput-Hijau
|
Bbkk
|
3
|
2
|
3
|
2
|
Total
|
|
32
|
64
|
32
|
64
|
B.
Tabel II.
Perbandingan/nisbah frnotipe pengamatan/observasi (O) dan nisbah
harapan/toritis/ecpected (E)
Fenotipe
|
Pengamatan
|
Harapan
|
Deviasi
|
|||
32 X
|
64 X
|
32 X
|
64 X
|
32 X
|
64 X
|
|
Bulat-kuning
|
20
|
34
|
18
|
36
|
2
|
-2
|
Bulat-hijau
|
5
|
15
|
6
|
12
|
-1
|
3
|
Keriput-kuning
|
4
|
13
|
6
|
12
|
-2
|
1
|
Keriput-hijau
|
3
|
2
|
2
|
4
|
1
|
-2
|
Total
|
32
|
64
|
32
|
64
|
0
|
0
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada nisbah pengamatan fenotipe yang
diamati dengan perumpamaan kancing genetika yang digunakan yang berwarna merah di umpamakan kacang
kapri berbiji bulat dan dilambangkan dengan gen “BB”
dinyatakan dominan terhadap kancing genetika berwarna putih yang diumpamakan kacang
kapri berbiji keriput yang dilambangkan dengan gen “bb”, sedangkan kancing genetika yang berwarna kuning
diumpamakan sebagai kacang kapri dengan biji
warna kuning dan dilambangkan dengan gen “KK”
dinyatakan dominan terhadap kancing genetika berwarna hijau yang diumpamakan kacang
kapri dengan biji berwarna hijau dan dilambangakn dengan gen “kk”. Dan didalam kedua toples yang digunakan
terdapat 4 perumpamaan dengan menggunakan kancing genetika yaitu merah-kuning
melambangkan kacang kapri bulat-kuning dengan gen “BK”, kancing genetika merah-hijau melambangkan
keriput-hijau dengan gen “Bk”, kancing genetika putih-kuning melambangkan
keriput-kuning dengan gen “bK”, dan kancing genetika putih-hijau melambangkan
keriput-hijau dengan gen “bk”.
Pada nisbah ini dilakukan 32 kali
pengamatan dan 64 kali pengamatan, pada pengamatan dengan jumlah 32 kali
didapatkan rasio fenotipe bulat-kuning sebanyak 20 dengan rasio genotipe BBKK
(5 kali) ; BBKk (2 kali) ; BbKK (1 kali) ; BbKk (12 kali) dan juga deviasi 2,
rasio fenotipe bulat-hijau sebanyak 5 dengan rasio genotipe BBkk (2 kali) ;
Bbkk (3 kali) dan juga deviasi -1, rasio fenotipe keriput-kuning sebanyak 4
dengan rasio genotipe bbKK (1 kali) ; bbKk (3 kali) dan juga deviasi -2, rasio
fenotipe keriput-hijau sebanyak 3 dengan rasio genotipe bbkk (3 kali) dan juga
deviasi 1. Dari seluruh jumlah deviasi pada pengambilan 32 kali adalah 0, maka perbandingan
yang didapatkan adalah mendekati 9 : 3 : 3 : 1 sesuai dengan hukum mendel II
Sedangkan pada percobaan 64 kali
didapatkan rasio fenotipe bulat-kuning sebanyak 34 dengan rasio genotipe BBKK
(8 kali) ; BBKk (6 kali) ; BbKK (5 kali) ; BbKk (15 kali) dan juga deviasi -2,
rasio fenotipe bulat-hijau sebanyak 15 dengan rasio genotipe BBkk (4 kali) ;
Bbkk (11 kali) dan juga deviasi 3, rasio fenotipe keriput-kuning sebanyak 13
dengan rasio genotipe bbKK (7 kali) ; bbKk (6 kali) dan juga deviasi 1, rasio
fenotipe keriput-hijau sebanyak 2 dengan rasio genotipe bbkk (2 kali) dan juga
deviasi -2. Dari seluruh jumlah deviasi pada pengambilan 64 kali adalah 0, maka
perbandingan yang didapatkan adalah mendekati 9 : 3 : 3 : 1 sesuai dengan hukum
mendel II.
Walaupun terdapat
deviasi pada percobaan kali ini, namun deviasi yang didapatkan tidaklah terlalu
jauh dari frekuensi harapan sesuai hukum mendel. Jadi dapat dimaklumi, dan
dianggap bahwa deviasi tersebut dimungkinkan dari faktor yang tidak diketahui
namun tidak terlalu mempengaruhi karena rasio perbandingannya mesih mendekati
atau disekitar 9 : 3 : 3 : 1.
BAB V
KESIMPULAN
Hukum pewarisan
Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan
oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'.
Hukum ini terdiri dari dua bagian
salah satunya Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel. Menurut hukum ini,
setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen/sifat lain. Meskipun
demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan termasuk
alelnya.
Rasio yang didapat dari
percobaan ini mendekati rasio yang ditetapkan dalam Hukum Mendel II, berarti
dapat dibuktikan bahwa Hukum Mendel II terbukti kebenarannya. Hasil berupa
kombinasi,,rasio dan lainnya serta cara kerja pada percobaan ini hanya berlaku
pada gen yang berbeda, apabila sifat itu terdapat dalam gen yang sama, maka
hasilnya akan berbeda. Hukum Mendel II hanya berlaku pada sifat yang bukan pada
gen yang sama. Hukum Mendel II tidak berlaku pada sifat pada satu gen, apabila
percobaan mendel dilakukan, Hukum Mendel II tidak akan terbukti. Walaupun
terdapat deviasi pada percobaan kali ini, namun deviasi yang didapatkan
tidaklah terlalu jauh dari frekuensi harapan sesuai hukum mendel. Jadi dapat
dimaklumi, dan dianggap bahwa deviasi tersebut dimungkinkan dari faktor yang
tidak diketahui namun tidak terlalu mempengaruhi karena rasio perbandingannya
mesih mendekati atau disekitar 9 : 3 : 3 : 1.
PERTANYAAN
JAWABAN
1.
Ada beberapa
kombinasi genotip yang muncul dari persilangan tersebut ?
2.
Tulis
perbandingan genotip yang diperoleh !
3.
Jelaskan prinsip
persilangan yang dilakukan diatas dengan kejadian dialam nyata !
Jawaban;
1.
Ada 8 macam genotipe
2.
Pada percobaan 32 kali rasio genoipe
yang diperoleh adalah BBKK (5) : BBKk (2) : BbKK (1) : BbKk (12) : BBkk (2) :
Bbkk (3) : bbKK (1) : bbKk (3) : bbkk (3) sedangkan pada percobaan 64 kali
rasio genoipe yang diperoleh adalah BBKK (8) : BBKk (6) : BbKK (5) : BbKk (15)
: BBkk (4) : Bbkk (11) : bbKK (7) : bbKk (6) : bbkk (2)
3.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2009. “Artikel Persilangan
Hukum Mendel II”. 11 Maret 2015. http://samudra-fox.blogspot.com/2009/06/hukum-mendel-2.html
Wati, Wiwit. 2011. “Hukum Mendel II”.
11 Maret 2015. http://w3i3t2a.blogspot.com/2011/10/hukum-mendel-1-2.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar