Laporan
Praktikum Genetika
Acara 13
Genetika
Populasi

Disusun Oleh :
Nama :
Riski Meliya Ningsih
NPM :
E1J014147
Hari/Tanggal :
Senin, 18 Mei 2015
Shift :
Senin (10:00-12:00)
Kelompok :
3
Dosen Pembimbing :
Dwi Wahyuni Ganevianti
Co-As :
Paulina Situmorang
LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar
Teori
Genetika sebagai ilmu yang
mempelajari segala hal yang mengenai keturunan dimulai sejak purbakala, ketika
para petani mengetahui bahwa hasil pertaniannya dan ternaknya dapat
ditingkatkan melalui persilangan.
Meskipun pengetahuan mereka masih sangat primitif namun mereka menyadari
bahwa beberapa sifat yang baik pada tumbuhan dan hewan dapat diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Mereka menjalankan berbagai persilangan tanpa disadari pengetahuan
karena belum di kenal adanya gen, apalagi hukum-hukum keturunan. (Suryo, 1990).
Genetika yang sesungguhnya
baru dimulai pada decade kedua dari abad ke-19 setelah mendel menyajikan secara
hati-hati hasil analisis beberapa percobaan persilangan yang dibuatnya pada
tamanan ercis/kapri (Pisum
sativum). (Suryo, 1990). Prinsip hukum Hardy Weinburg menyatakan
bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap
konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi
lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu
kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak
acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan
genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar
laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu,
kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan
genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar
untuk mengukur perubahan genetik.
Frekuensi alel yang statis
dalam suatu populasi dari generasi ke generasi mengasumsikan adanya perkawinan
acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya migrasi ataupun emigrasi, populasi yang
besarnya tak terhingga, dan ketiadaan tekanan seleksi terhadap sifat-sifat
tertentu.
Contoh paling sederhana dapat
terlihat pada suatu lokus tunggal beralel ganda: alel yang dominan ditandai A
dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi alel tersebut
ditandai p dan q secara berurutan; freq (A) = p; freq (a) = q; p + q = 1. Apabila populasi berada dalam
kesetimbangan, maka freq (AA) = p2 untuk homoszigot AA dalam populasi, freq(aa)
= q2 untuk homozigot aa, dan freq (Aa) = 2pq untuk heterozigot.
Konsep ini juga dikenal dalam
berbagai nama: Kesetimbangan Hardy-Weinberg, Teorema Hardy-Weinberg, ataupun
Hukum Hardy-Weinberg. Asas ini dinamakan dari G.H. Hardy dan Wilhelm heinberg. Syarat-syarat berlakunya hukum hardy weinberg.
1.
Ukuran
populasi yang cukup besar.
Populasi dengan jumlah besar
dapat dengan mudah memenuhi syarat hukum kesetimbangan frekuensi gen. Karena
populasi yang besar dapat mempertemukan jodoh dari tiap-tiap pasangan alel
secara acak.
2.
Populasi
tersebut terisolasi.
Bila populasi kecil dan tidak terisolasi maka dapat dengan mudah kita
memahami adanya perubahan frekuensi gen bila ada anggota yang berpindah tempat.
3.
Jumlah
mutasi setimbang.
Mutasi yang setimbang tidak mengubah kesetimbangan anggun gen. jika mutasi
gen tidak setimbang maka akan mengakibatkan berubahnya frekuensi gen dalam
mutasi
4.
Perkawinan
terjadi secara acak.
5.
Kemampuan
reproduksi antar individu.
Terus kenapa kok terjadi evolusi padahal kata hadi weinberg evolusi tidak terjadi, hal ini disebabkan karena
evolusi biologi (yaitu perubahan frekuensi gen di dalam populasi) terjadi
karena syarat syarat berlakunya hukum hardy-weinberg diatas tidak berlaku
dalam kejadian alam. Perubahan
anggun gen karena kebetulan, hal ini dapat terjadi terutama jika populasi
tersebut berukuran kecil. Terjadi arus gen perpindahan penduduk yang tidak
seimbang. Mutasi tidak berlangsung seimbang, mengakibatkan munculnya alel baru.
Perkawinan yang tidak acak.. ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah
frekuensi gen, yaitu :
1.
Seleksi
Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan
kekuatan – kekuatan untuk menentukan ternak mana yang boleh berkembang biak
pada generasi selanjutnya. Kekuatan – kekuatan itu bisa di kontrol sepenuhnya
oleh alam yang disebut seleksi alam. Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia
maka prosesnya disebut seleksi buatan kedua macam seleksi itu akan merubah
frekuensi gen yang sat relatif terhadap alelnya. Laju perubahan frekuensi pada
seleksi buatan jika dibandingkan dengan seleksi alam.
Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam
mengubah frekuesni gen, diambil suatu contoh populasi yang terdiri dari
beberapa ribu sap yang bertanduk dan yang tidak bertanduk. Jika diasunsikan
bahwa frekuensi gen yang bertanduk dan yang tidak bertandu pada populasi
tersebut masing– masing 0,5 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 75% dari
total sapi yang ada tidak bertanduk dan 25% bertanduk. Dari 75% sapi yang tidak
bertanduk sebanyak 1/3 bergenotip hemozigot dan 2/3 bergenotip heterozigot
2.
Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang
berakibat berubahnya fungsi gen. Jika gen mengalami mutasi dengan kecepatan
tetap maka frekuensi gen akan sedikit menurun, sedangkan frekuensi alel akan
meningkat. Laju mutasi bervariasi dari suatu kejadian mutasi ke kejadian mutasi
lain. Namun, laju relatif rendah ( kira – kira satu dalam satu juta pengandaan
ge) sebagai gambaran, diambil contoh frekuensi gen merah pada sapi angus, yaitu
antara 0.05-0.08. jika terjadi kawin acak maka akan dijumpai 25-64 ekor sapi
merh dari setiap 10.000 kelahiran. Anak sapi yang berwarna merah dan juga tetua
yang heterozigot akan dikeluarkan dari peternakan. Secara teoritis frekuensi
gen merah akan menurun mendekati angkan nol, namun kenyataan frekuensi gen
merah tetap anata 0.05-0.08 dari suatu generasi ke generasi berikutnya hal itu
bisa dijalaskan dengan mengunakkan teori mutasi. Diduga bahwa laju mutasi gen
hitam menjadi gen merah sama dengan laju seleksi terhadaap gen merah sehingga
tercapai suatu keseimbangan.
3. Pencampuran populasi
Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya
berbeda dapat mengubah frekuensi gen tertentu. Frekuenssi gen ini merupakan
rataan dari frekuensi gen dari dua populasi yang bercampur.
Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi
dengan frekuensi bertanduk dengan = 0.95 ( bila terjadi kawin acak) maka
sekitar 90% dari sapi – sapinya akan bertanduk. Selanjutnya, jika diasumsikan
bahwa ada enam pejatan baru yang diamsukkan ke peternakan utnuk memperbaiki
mutu geneteik terna – ternak yang ada. Dari enam pejantan dimasukkan terdapat
satu ekor yang bertanduk, dua ekor yang tidak bertanduk heterozigot dan tiga
ekor yang tidak bertanduk homozigot. Frekuensi gen bertanduk pada kelompok
pejantan = 1/6 = 0.033. dengan asumsi bahwa tidak ada sapi lain yang masuk
kedalam peternakan maka frekuensi gen bertanduk pada populasi itu setelah
terjadi kawin acak, selama satu generasi ( 0.950 + 0.333) / 2 = 0.064
4.
Silang dalam
(inbreeding ) dan sialng luar (outbreeding)
Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi
secara genetik. Jika suatu populais terisolasi, silang dalam cenderung terjadi
karena adanya keterbatasan pilihan dalam proses perkawinan. Jika silang dalam
terjadi anatara grup ternak yang tidak terisolasi secara geografis maka
pengaruhnya juga yang sama. Oleh sebab itu, silang dalam merupakan suatu
isolasi buatan. Sebenarnya silang dalam tidak merubah frekuensi gen awal pada
saat proses silang dalam dimulai. Jika terjadi perubahan frekuensi gen maka
perubahan itu disebabkan oleh adanya seleksi, mutasi dan pengaruh sampel acak.
Jika silang luar dilakukan pada suatu populasi yang memilik rasio jenis kelamin
yang sama dengan frekuensi gen pada suatu lokus yang sama pada kedua jenis
kelamin maka frekuensi gen tidak akan berubah akibat pengaruh langsung silang
luar.
5.
Genetic
drift
Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan
frekuensi gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang di
pindahkan untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika kelompok ternak
diisolasi dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen yang terbentuk pada
populasi baru dapat berubah. Perubahan frekuensi gen yang mendadak dapat pula
disebabkan oleh bencana alam, misal matinya sebagian besar ternak yang memiliki
gen tertentu (Ronny Rachman Noor, 2008).
Perubahan Perbandingan Frekuensi Gen (Genotip)
pada Populasi Hukum Hardy-Weinberg tidak berlaku untuk proses evolusi karena hukum
Hardy-Weinberg tidak selalu menghasilkan angka perbandingan yang tetap dari
generasi ke generasi. Kenyataannya, frekuensi gen dalam suatu populasi selalu
mengalami perubahan atau menyimpang dari hukum Hardy-Weinberg. Beberapa faktor
yang menyebabkan perubahan keseimbangan hukum Hardy-weinberg dalam populasi
yaitu adanya:
- Hanyutan genetik (genetic drift),
- Arus gen (gene flow),
- Mutasi,
- Perkawinan tidak acak, dan
- Seleksi alam.
Masing-masing penyebab perubahan kesetimbangan hukum Hardy-Weinberg atau
perubahan frekuensi genetik populasi merupakan kondisi kebalikan yang
dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan Hardy-weinberg. Hukum ini menyatakan
bahwa dalam suatu kondisi tertentu yang stabil, frekuensi gen dan frekuensi
genotif akan tetap konstan dari satu generasi ke generasi dalam suatu populasi
yang berbiak seksual, bila syarat berikut dipenuhi:
- Genotif yang ada memiliki viabilitas (kemampuan hidup) dan fertilitas (kesuburan) yang sama
- Perkawinan yang terjadi berlangsung secara acak
- Tidak ada mutasi gen
- Tidak terjadi migrasi
- Tidak terjadi seleksi
Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam suatu
populasi. Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selalu konstan dari generasi
ke generasi, maka populasi tersebut tidak
mengalami evolusi. Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi
gen berubah, artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami
evolusi.(Anonim,2012)
Penerapan dan Teori Evolusi Hukum
Hardy–Weinberg bila frekuensi gen yang satu dinyatakan dengan simbol p dan alelnya dengan simbol q, maka secara matematis hukum tersebut
dapat ditulis misalnya bila dalam suatu populasi masyarakat terdapat perasa
kertas PTC 64% sedangkan bukan perasa PTC (tt) 36%. Berapa frekuensi gen perasa
(T) dan gen bukan perasa (t) dalam populasi tersebut dan berapakah rasio
genotifnya.
Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya
kawin acak (panmiksia) di antara individu-individu anggotanya. Artinya, tiap
individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan individu lain, baik
dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Dengan adanya sistem kawin
acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari generasi ke generasi.
Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika dari Inggris, dan
W.Weinberg, dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg.
Di samping kawin acak, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi bagi
berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yaitu tidak terjadi migrasi,
mutasi, dan seleksi. Dengan perkatan lain, terjadinya peristiwa-peristiwa ini
serta sistem kawin yang tidak acak akan mengakibatkan perubahan frekuensi alel.
Deduksi terhadap hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga langkah, yaitu
:
1)
Dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya
2)
Dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk
3)
Dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan.
Secara lebih rinci ketiga langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kembali kita misalkan bahwa pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan
aa, masing-masing dengan frekuensi P, H, dan Q. Sementara itu, frekuensi
alel A adalah p, sedang frekuensi alel a adalah q. Dari populasi generasi tetua
ini akan dihasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A sama
dengan frekuensi alel A (p). Begitu juga, frekuensi gamet a sama dengan
frekuensi alel a (q). Dengan berlangsungnya kawin acak, maka terjadi
penggabungan gamet A dan a secara acak pula. Oleh karena itu, zigot-zigot yang
terbentuk akan memilki frekuensi genotipe sebagai hasil kali frekuensi gamet
yang bergabung.
Kita ketahui bahwa frekuensi gene
pool dari generasi ke generasi pada waktu ini (populasi hipotesis)
adalah 0,9 dan 0,1; dan perbandingan genotip adalah 0,81; 0,81; dan 0,01. Dengan
angka – angka ini kita akan mendapatkan harga yang sama pada generasi
berikutnya. Hasil yang sama ini akan kita jumpai pada generasi seterusnya,
frekuensi genetis dan perbandingan genotip tidak berubah. Dapat kita simpulkan
bahwa perubahan evolusi tidak terjadi. Hal ini dapat diketahui oleh Hardy (1908) dari Cambrige University
dan Weinberg dari jerman yang
bekerja secara terpisah. Secara singkat dikatakan di dalam rumus Hardy-Weinberg
“Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak secara seksual”
“Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak secara seksual”
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui prinsi-prinsip genetika populasi
2.
Mampu mencari dan membuktikan keseimbangan
Hardy-Weinberg
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
1.
File genetika populasi
2.
LCD
2.2 Cara Kerja
1.
Mengamati gambar-gambar yang ada pada slide
2.
Mencari dan membuktikan populasi yang ada pada slide
sudah mencapai keseimbangan Hardy-Weinberg
BAB III
HASIL
\
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu serta pihak-pihak yang membantu
terselesainya laporan ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca dan kami
mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya laporan ini
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A, dkk. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Suryo. 2005. Genetika
Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar