Minggu, 14 Juni 2015

Laporan Praktikum Genetika Acara 10 Materi Genetik



Laporan Praktikum Genetika

Acara 10
Materi Genetik


10807913_378345308998827_1726366733_n.jpg


Disusun Oleh :
Nama                           : Riski Meliya Ningsih
NPM                            : E1J014147
Hari/Tanggal                : Senin, 4 Mei  2015
Shift                             : Senin (10:00-12:00)
Kelompok                    : 3
Dosen Pembimbing     : Dwi Wahyuni Ganevianti
Co-As                          : Paulina Situmorang



LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Dasar Teori
Genetika secara “Etimologi disebut juga ilmu keturunan, berasal dari kata genos (bahasa latin), artinya suku bangsa-bangsa atau asal-usul yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang ada kaitannya dengan hal itu juga. Genitika adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk alih informasi hayati dari generasi kegenerasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan sifat diantara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat .Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana sifat keturunan (hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul didalamnya.
Genitika perlu dipelajari, agar kita dapat mengetahui sifat-sifat keturunan kita sendiri serta setiap makhuk hidup yang berada dilingkungan kita. kita sebagai manusia tidak hidup autonom dan terinsolir dari makhuk lain sekitar kita tapi kita menjalin ekosistem dengan mereka. karena itu selain kita harus mengetahui sifat-sifat menurun dalam tubuh kita, juga pada tumbuhan dan hewan. Lagi pula prinsip-prinsep genetika itu dapat disebut sama saja bagi seluruh makluk. Karena manusia sulit dipakai sebagai objek atau bahan percobaan genetis, kita mempelajari hukum-hukumnya lewat sifat menurun yang terkandung dalam tubuh-tumbuhan dan hewan sekitar. (Suryo, 2012)

Genetika bisa sebagai ilmu pengetahuan murni, bisa pula sebagai ilmu pengetahuan terapan. Sebagai ilmu pengetahuan murni ia harus ditunjang oleh ilmu pengetahuan dasar lain seperti kimia, fisika dan metematika juga ilmu pengetahuan dasar dalam bidang biologi sendiri seperti bioselluler, histologi, biokimia, fiosiologi, anatomi, embriologi, taksonomi dan evolusi. Sebagai ilmu pengetahuan terapan ia menunjang banyak bidang kegiatan ilmiah dan pelayanan kebutuhan masyarakat.
Dugaan DNA sebagai materi genetik secara tidak langsung sebenarnya dapat dibuktikan dari kenyataan bahwa hampir semua sel somatis pada spesies tertentu mempunyai kandungan DNA yang selalu tetap, sedangkan kandungan RNA dan proteinnya berbeda-beda antara satu sel dan sel yang lain. Di samping itu, nukleus hasil meiosis baik pada tumbuhan maupun hewan mempunyai kandungan DNA separuh kandungan DNA di dalam nukleus sel somatisnya.
Meskipun demikian, dalam  kurun waktu yang cukup lama fakta semacam itu tidak cukup kuat untuk meyakinkan bahwa DNA adalah materi genetik. Hal ini terutama karena dari hasil analisis kimia secara kasar terlihat kurangnya variasi kimia pada molekul DNA. Di sisi lain, protein dengan variasi kimia yang tinggi sangat memenuhi syarat sebagai materi genetik. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun protein lebih diyakini sebagai materi genetik, sementara DNA hanya merupakan kerangka struktur kromosom. Namun, pada pertengahan tahun 1940-an terbukti bahwa justru DNA-lah yang merupakan materi genetik pada sebagian besar organisme. (Campbell, N.A, dkk., 2007)

A.    DNA Sebagai Materi Genetik
Saat ini orang mengetahui bahwa gen merupakan seberkas fragmen dari DNA yang dapat diekspresikan sesuai dengan keperluan. DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid): adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida. (Tribowo, 2006)
DNA terdiri dari gula deoksiribosa, basa nitrogen dan fosfat.  Basa nitrogen terdiri dari purin  (adenine dan guanin) dan pirimidin (sitosin dan timin). Bertindak sebagai tulang punggung rantai DNA adalah gula dan fosfat.  Struktur DNA adalah double heliks dengan gula-fosfat berada di luar.  Dua buah pilinan dihubungkan dengan ikatan hidrogen antara basa-basa DNA.  Basa adenine (A) berpasangan dengan timin (T) dengan dua ikatan hidrogen, sedangkan basa sitosin (C) berpasangan dengan basa guanine (G) melalui tiga ikatan hidrogen.
Konsep dasar menurunnya sifat secara molekuler adalah merupakan aliran informasi dari DNA ke RNA ke urutan asam amino.  Konsep dasar ini disebut sebagai dogma genetik.  Pada dogma genetik juga tercermin cara mempertahankan ciri khas supaya tetap sama melalui proses replikasi.   Dogma genetik ini bersifat universal yang berlaku baik bagi prokariot maupun eukariot. (Maulana, R.A, 2010)

B.       Replikasi DNA
Sintesis perbanyakan bahan genetik seperti DNA, dilakukan melalui proses yang disebut replikasi. Replikasi dapat dikatakan merupakan reaksi kimia yang mencirikan proses kehidupan. Melalui suatu replikasi, senyawa kimia dapat membentuk dirinya untuk menghasilkan senyawa baru yang mirip dengan dirinya. Replikasi hanya terjadi pada asam nukleat, DNA atau RNA. Molekul asam nukleat yang mampu bereplikasi disebut replikon. Tidak ditemukan senyawa lain yang sintesisnya dilakukan melalui replikasi.
Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi DNA. Pada eukariota, waktu terjadinya replikasi DNA sangatlah teratur, yaitu pada fase S daur sel, sebelum mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer DNA. Proses replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai polimerase (PCR). Dengan demikian, setiap sel yang melakukan mitosis akan dihasilkan 2 sel anak yang memilki DNA lengkap sama persis dengan yang dimiliki induknya. (Sinaga, N.R, 2012)
Sebelum sel membelah, DNA harus direplikasi dalam fase S dari siklus sel.  Proses replikasi melibatkan enzim polymerase.  Proses ini melibatkan pembukaan utas ganda DNA, sehingga memungkinkan terjadinya perpasangan basa untuk membentuk utas baru.  Pembentukan utas komplementer terjadi melalui perpasangan basa antara A dengan T dan G dengan C.   Dalam replikasi DNA, setiap utas DNA lama berperan sebagai cetakan untuk membentuk DNA baru.
Model DNA Watson dan Crick menyatakan bahwa saat double heliks bereplikasi, masing-masing dari kedua molekul anak akan mempunyai satu untai lama yang erasal dari satu molekul induk dan satu untai yang baru.  Model replikasi ini disebut model semikonservatif. (Diah, 2008)
Model lainnya adalah model konservatif dimana molekul induk tetap dan molekul baru disintesis sejak awal.  Model ketiga disebut model dispersif yaitu bahwa keempat untai DNA, setelah replikasi double heliks, mempunyai campuran anatara DNA baru dan DNA lama. Pengujian yang dilakukan oleh Meselson dan Stahl menunjukkan bahwa replikasi DNA terjadi secara semikonservatif. (Sinaga, N.R. 2012)
Hasil transkripsi merupakan hasil yang memiliki intron (segmen DNA yang tidak menyandikan informasi biologi) dan harus dihilangkan, serta memiliki ekson yaitu ruas yang membawa informasi biologis. Intron dihilangkan melalui proses yang disebut splicing.  Proses splicing terjadi di nukleus.
Splicing dimulai dengan terjadinya pemutusan pada ujung 5′, selanjutnya ujung 5′ yang bebas menempelkan diri pada suatu tempat pada intron dan membentuk struktur seperti laso yang terjadi karena ikatan 5′-2′fosfodiester.  Selanjutnya tempat pemotongan pada ujung 3 terputus sehingga dua buah ekson menjadi bersatu. rRNA dan tRNA merupakan hasil akhir dari proses transkripsi, sedangkan mRNA akan mengalami translasi.
tRNA adalah molekul adaptor yang membaca urutan nukleotida pada mRNA dan mengubahnya menjadi asam amino.  Struktur molekul tRNA adalah seperti daun semanggi yang terdiri dari 5 komponen yaitu
1.      Lengan aseptor: merupakan tempat menempelnya asam amino,
2.      Lengan D atau DHU: terdapat dihidrourasil pirimidin,
3.      Lengan antikodon: memiliki antikodon yang basanya komplementer dengan basa pada mRNA
4.      Lengan tambahan
5.      Lengan TUU: mengandung T, U dan C (Tribowo, 2006)




C.     Translasi
Bila dibandingkan dengan transkripsi, translasi merupakan proses yang lebih rumit karena melibatkan fungsi berbagai makromolekul. Oleh karena kebanyakan di antara makromolekul ini terdapat dalam jumlah besar di dalam sel, maka sistem translasi menjadi bagian utama mesin metabolisme pada tiap sel. (Maulana, R.A, 2010)
Pada prokariota yang terdiri dari satu ruang, proses transkripsi dan translasi terjadi bersama-sama.  Translasi merupakan proses penerjemahan kodon-kodon pada mRNA menjadi polipeptida. Dalam proses translasi, kode genetic merupakan aturan yang penting.  Dalam kode genetic, urutan nukleotida mRNA dibawa dalam gugus tiga – tiga.  Setiap gugus tiga disebut kodon.   Dalam translasi, kodon dikenali oleh lengan antikodon yang terdapat pada tRNA.
Mekanisme translasi adalah:
1.      Inisiasi.  Proses ini dimulai dari menempelnya ribosom sub unit kecil ke mRNA.  Penempelan terjadi pada tempat tertentu yaitu pada 5′-AGGAGGU-3′, sedang pada eukariot terjadi pada struktur tudung (7mGpppNpN).  Selanjutnya ribosom bergeser ke arah 3′ sampai bertemu dengan kodon AUG.  Kodon ini menjadi kodon awal.  Asam amino yang dibawa oleh tRNA awal adalah metionin.  Metionin adalah asam amino yang disandi oleh AUG.  pada bakteri, metionin diubah menjadi Nformil metionin.  Struktur gabungan antara mRNA, ribosom sub unit kecil dan tRNA-Nformil metionin disebut kompleks inisiasi.  Pada eukariot, kompleks inisiasi terbentuk dengan cara yang lebih rumit yang melibatkan banyak protein initiation factor.
2.      Elongation.  Tahap selanjutnya adalah penempelan sub unit besar pada sub unit kecil menghasilkan dua tempat yang terpisah .  Tempat pertama adalah tempat P (peptidil) yang ditempati oleh tRNA-Nformil metionin.   Tempat kedua adalah tempat A (aminoasil) yang terletak pada kodon ke dua dan kosong.  Proses elongasi terjadi saat tRNA dengan antikodon dan asam amino yang tepat masuk ke tempat A.  Akibatnya kedua tempat di ribosom terisi, lalu terjadi ikatan peptide antara kedua asam amino.  Ikatan tRNA dengan Nformil metionin lalu lepas, sehingga kedua asam amino yang berangkai berada pada tempat A.  Ribosom kemudian bergeser sehingga asam amino-asam amino-tRNA berada pada tempat P dan tempat A menjadi kosong.  Selanjutnya tRNA dengan antikodon yang tepat dengan kodon ketiga akan masuk ke tempat A, dan proses berlanjut seperti sebelumnya.
3.      Terminasi.  Proses translasi akan berhenti bila tempat A bertemu kodon akhir yaitu UAA, UAG, UGA.   Kodon-kodon ini tidak memiliki tRNA yang membawa antikodon yang sesuai.  Selanjutnya masuklah release factor (RF) ke tempat A dan melepaska rantai polipeptida yang terbentuk dari tRNA yang terakhir.  Kemudian ribosom berubah menjadi sub unit kecil dan besar.

D.    Fungsi Materi Genetik
Setelah terbukti bahwa DNA merupakan materi genetik pada sebagian besar organisme, kita akan melihat fungsi yang harus dapat dilaksanakan oleh molekul tersebut sebagai materi genetik. Dalam beberapa dasawarsa pertama semenjak gen dikemukakan sebagai faktor yang diwariskan dari generasi ke generasi, sifat-sifat molekulernya baru sedikit sekali terungkap. Meskipun demikan, ketika itu telah disepakati bahwa gen sebagai materi genetik, yang sekarang ternyata adalah DNA, harus dapat menjalankan tiga fungsi pokok berikut ini.
1.      Materi genetik harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi. Bagian setelah ini akan membahas replikasi DNA.
2.      Materi genetik harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen.
3.      Materi genetik sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah. Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi. (Suryo, 2012)

E.        Kode Genetik
Kode genetik mempunyai sifat-sifat yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1.        Kode genetik bersifat universal. Artinya, kode genetik berlaku sama hampir di setiap spesies organisme.
2.        Kode genetik bersifat degenerate atau redundant, yaitu bahwa satu macam asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Sebagai contoh, treonin dapat disandi oleh ACU, ACC, ACA, dan ACG. Sifat ini erat kaitannya dengan sifat wobble basa ketiga, yang artinya bahwa basa ketiga dapat berubah-ubah tanpa selalu disertai perubahan macam asam amino yang disandinya. Diketahuinya sifat wobblebermula dari penemuan basa inosin (I) sebagai basa pertama pada antikodon tRNAala ragi, yang ternyata dapat berpasangan dengan basa A, U, atau pun C. Dengan demikian, satu antikodon pada tRNA dapat mengenali lebih dari satu macam kodon pada mRNA.
3.        Oleh karena tiap kodon terdiri atas tiga buah basa, maka tiap urutan basa mRNA, atau berarti juga DNA, mempunyai tiga rangka baca yang berbeda (open reading frame). Di samping itu, di dalam suatu segmen tertentu pada DNA dapat terjadi transkripsi dan translasi urutan basa dengan panjang yang berbeda. Dengan perkataan lain, suatu segmen DNA dapat terdiri atas lebih dari sebuah gen yang salingtumpang tindih (overlapping). (Campbell, N.A, dkk. 2007)

1.2    Tujuan
1.   Mengetahui dan memahami materi genetik
2.      Menggambar dan mencocokan susunan basa-basa nitrogen pada DNA
3.      Mengggambar mekanisme replikasi DNA secara semi konservatif







BAB II
METODOLOGI

2.1  Alat dan Bahan
1.      File materi genetik
2.      LCD
3.      Simulasi DNA
4.      Buah Lumai
5.      Tusuk Gigi

2.2  Cara Kerja
1.      Membuat gambar komponen-komponen penyusun DNA, antara lain: basa nitrogen, gula deoxyribosa, fosfat, nukleosida, dan nukleotida
2.      Merangkai masing-masing gambar komponen-komponen penyusun DNA menjadi satu gambar DNA lengkap
3.      Merangkai komponen-komponen penyusun DNA dengan bahan yang tersedia
4.      Menyusun rantai doublehelix DNA sesuai dengan bahan yang tersedia















BAB III
HASIL































BAB IV
PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan penyususnan rantai DNA doublehelix dengan menggunakan simulasi materi yang diberikan dosen pembimbing lewat LCD. Kemudian mahasiswa melakukan uji coba pemasangan basa-basa nitrogen dengan menggunakan buah lumai sebagai basa nitrogennya dan tusuk gigi sebagai penghubung antar basa nitrogen.
Dalam kelompok kami telah ditentukan deret basa nitrogen oleh dosen pembimbing yaitu T-A-C-T-T-T-T-A-C-G-C-G yang kemudian para praktikan harus memasangkan pasangan basa nitrogen lawannya yaitu A-T-G-A-A-A-A-T-G-C-G-C.
Lalu setelah ditentukan pasangannya dibuatlah susunan tersebut pada buah lumai yang telah disediakan sebanyak 24 buah atau 12 pasang dan diberi label. Mengubungkan antar buah lumai tadi menggunakan tusuk gigi agar terbentuk rantai doublehelix yang diinginkan.
Setelah rantai telah menjadi pintalan DNA doublehelix, rantai tersebut di pelintir agar mirip kengan rantai aslinya kemudian di foto untuk sebagai hasil pengamatan.













BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu materi genetik adalah gen yang merupakan sepotong DNA yang membawa informasi suatu sifat dan gen tersebut terdapat di dalam kromosom. Sedangkan fungsi dari materi genetik ini adalah mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi, harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa, harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.
Kode genetik bersifat universal. Artinya, kode genetik berlaku sama hampir di setiap spesies organisme. Kode genetik bersifat degenerate atau redundant, yaitu bahwa satu macam asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme.

5.2    Saran
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu serta pihak-pihak yang membantu terselesainya laporan ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca dan kami mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya laporan ini









DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A, dkk., 2007. Biologi Edisi kelima jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Kusumawaty, Diah, 2008. Isolasi DNA Skala Kecil. www.library.upi.ac.id. Diakses pada hari Selasa, 05 Mei 2015
Maulana, R.A, 2010. Isolasi DNA Dan Elektoforesis DNA. www.upi.ac.id. Diakses pada hari Selasa, 05 Mei 2015
Sinaga, N.R, 2012. Isolasi DNA Dan Teknik PCR. www.pdffactory.com. Diakses pada hari Selasa, 05 Mei 2015
Suryo, 2012. Genetika Strata 1. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Yuwono, Tribowo, 2006. Bioteknologi Pertanian. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar